SeputarIndonesia.tv || Surabaya, - Sebelum pukul 06.00 WIB para peserta upacara sudah mulai berdatangan di Kampus Sejuta Inovasi, Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Panitia pun sibuk mengatur barisan yang terdiri dari siswa SDM 8, SDM 18, SMPM 10, dan SMAM Seven. Selain itu ada juga barisan dari perwakilan Ranting Muhammadiyah se Cabang Mulyorejo.
Tampak barisan Hizbul Wathon , tim paduan suara, dan Paskibra. Di bawah tenda kehormatan, hadir sesepuh Muhammadiyah, K.H Abdul Wahid Syukur dan Piet Subagyo bersama jajaran Pimpinan Cabang Muhammadiyah dan Aisyiyah.
Dalam rangka memperingati Dirgahayu Republik Indonesia ke 78, Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah Mulyorejo menyelenggarakan upacara bersama.
Sebagai Inspektur Upacara, Ketua PCM Mulyorejo, Drs. Najib Sulhan, MA. Mengawali amanatnya, Najib Sulhan menyampaikan tentang lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Selanjutnya menginformasikan lahirnya Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Achmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912. Usia Muhammadiyah lebih tua 35 tahun dibanding dengan usia kemerdekaan.
Banyak para tokoh Muhammadiyah yang turut berjuang dalam merebut kemerdekaan, salah satunya Jendral Sudirman sebagai Bapak Pandu Hizbul Wathon.
Sebagai organisasi yang lahirnya lebih tua, sudah sewajarnya bisa menjadi contoh kebaikan.
Muhammadiyah berusaha untuk terdepan dalam mengambil peran, termasuk dalam dunia pendidikan. Melalui pendidikan inilah, akan lahir pemimpin-pemimpin baru yang memiliki moral tinggi. Di negeri ini tidak sulit untuk mencari pemimpin yang cerdas, justru yang agak sulit mencari pemimpin yang bermoral.
Pesan Najib Sulhan, “Guru-guru jangan hanya mengajarkan keteladanan, menyampaikan keteladanan, tetapi yang terpenting guru-guru harus bisa menjadi teladan yang baik bagi murid-murid. Bahkan guru harus menannamkan moral terlebih dahulu sebelum ilmu pengetahuan ”.
Ketua PCM yang aktif sebagai trainer pendidikan kurikulum merdeka membeberkan tentang perubahan kurikulum saat ini. Banyak sekolah menjadi gulung tikar secara alami karena belum mampu menerjemahkan kurikulum merdeka dengan. Alhamdulillah, itu tidak terjadi pada Muhammadiyah dan semoga tidak.
Pada kurikulum merdeka, sekolah harus membuat pemetaan keberagaman potensi (Asesmen diagnostik). Selanjutnya melakukan diferensiasi konten. Dikawal dalam diferensiasi proses dengan memberikan panggung sebanyak-banyaknya. Tentu akan dihasilkan diferensiasi produk.
Penulis: Najib Sulhan
Editor: Yuda
COMMENTS